Yogyakarta – Di balik gemerlap gedung-gedung pencakar langit dan lalu lintas yang tak pernah tidur, tersembunyi sebuah potret ironi yang memilukan. Ribuan warga lanjut usia (lansia) di Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya masih harus berjuang di jalanan sebagai pekerja informal, mengabaikan kondisi fisik yang mulai rapuh demi sesuap nasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, lebih dari 55% lansia di Indonesia masih aktif bekerja. Angka ini mencerminkan realitas pahit bahwa masa tua yang seharusnya diisi dengan istirahat dan berkumpul bersama keluarga, justru menjadi ajang pertarungan untuk bertahan hidup.
Kisah di Balik Kerasnya Kehidupan
Salah satu potret nyata dari fenomena ini adalah Mbah Parmin (75), seorang buruh yang setiap hari menyusuri jalanan kota Jogja. Dengan sepeda tua ia kayuh sepeda dengan gigih untuk mencari siapa saja yang membutuhkan tenaganya.
“Anak-anak punya kehidupan sendiri, saya tidak mau merepotkan,” ujar Mbah Parmin, dengan suara parau. “Selama masih kuat, saya akan bekerja. Buat makan sehari-hari dan bayar kontrakan,” tambahnya sambil mengusap keringat di dahinya.
Selain faktor ekonomi, ketiadaan dukungan keluarga juga menjadi pemicu utama. Beberapa lansia mengaku memilih bekerja demi merasa mandiri dan tidak ingin membebani anak cucu mereka. Namun, banyak juga yang tidak memiliki pilihan lain karena tidak memiliki jaminan pensiun yang memadai.
Disini Yayasan Amartha Indotama hadir memberi perhatian kepada para lansia pejuang jalanan ini dengan bingkisan sembako dan sedikit santunan. Awie Mathei Biowa sebagai perwakilan yayasan dapat bertemu langsung dengan para lansia ini.
” Saya turut merasakan kesulitan para lansia ini, betapa berat kehidupan mereka di usia lanjut, kami hanya menjadi bagian kecil dari niat baik, meski ada kolaborasi banyak pihak untuk dapat mengentaskan kemiskinan seperti ini ” ujar Awie.











